SPIONASE DI SEKOLAH, PERLUKAH?
Jumlah
warga sekolah baik siswa maupun guru yang
banyak akan menimbulkan masalah. Hal ini
muncul karena perbedaan karakter diantara mereka. Baik guru ataupun siswa yang
mempunyai karakter sama akan membentuk kelompok-kelompok atau gap-gap sesuai
dengan kemiripan karakternya. Perbedaan senior dan yunior juga mampu
menimbulkan konflik. Peraturan sekolah yang tidak disepakati oleh sebagian
warga sekolah juga merupakan sumber
masalah. Hal ini bisa diperparah dengan
kurang terbukanya warga sekolah untuk menyikapi berbagai kendala yang ada.
Sekalipun
di sekolah dengan warga sekolah yang banyak sering muncul kendala, namun semua kendala ini
harus dapat diatasi sebaik mungkin oleh seluruh warga sekolah. Mengingat
sekolah adalah lembaga yang dipilih oleh warga untuk mengembangkan diri. Sekolah
adalah lembaga yang direncanakan untuk pembelajaran bagi siswa dengan pengawasan
guru atau tenaga ahli. Sekolah adalah
salah satu tahapan pilihan yang sangat
penting dalam hidup manusia, karena
pengalaman , pengetahuan dan ketrampilan diharapkan akan dapat diperoleh secara maksimal dalam
lembaga ini.
Dalam
konteks ini kepala sekolah, guru juga konselor sangat berpengaruh bagi
keberhasilan anak didik. Kepala sekolah
harus membangun suasana yang kondusif untuk mengembangkan segala potensi anak
didik. Suasana yang kondusif sangatlah penting diperlukan oleh siswa sebagai
obyek yang merupakan pusat pengguna
layanan lembaga sekolah. Guru adalah sosok penentu yang lain dan bahkan paling
penting dalam lembaga sekolah. Guru merupakan nafas kehidupan dalam sekolah. Guru
merupakan sosok yang diidolakan siswa. Baik buruknya sekolah sangat tergantung
juga pada sosok guru. Peran konselor juga dirasa sangat berarti dalam lembaga
sekolah. Konselor menjadi pencerah, pemecah masalah-masalah yang muncul dalam
menghadapi berbagai kesulitan yang terjadi.
Guru
adalah sutradara dalam kehidupan siswa
di sekolah,yang akan menghasilkan generasi penentu masa depan bangsa yang
dituntut dengan kemampuan yang maksimal. Guru merupakan pembimbing jalan siswa
baik dari segi pengetahuan ataupun pengalaman berupa fisik, mental, moral dan
juga emosional. Menurut Jamal Ma’mur
Asmani (2011,72) guru dapat menjadi sumber inspirasi siswa. Segala sikap,
tingkah laku, ucapan dan karakter seorang guru sangat membekas pada pribadi
siswa. Dan bahkan hal ini dapat menjadi cerminan bagi siswa untuk meneladani
sang guru. Kepribadian siswa baik di
dalam sekolah ataupun di luar sekolah dapat terbentuk dengan meneladani guru
melalui interaksi yang sering dilakukan di sekolah.
Karenanya
guru harus bisa mempunyai fungsi ganda yaitu tidak hanya sebagai pengajar
saja. Guru sebagai pengajar adalah guru
yang berperan mentransfer ilmu. Dalam hal ini guru harus mampu mengajarkan
ilmu-ilmu yang diajarkan supaya dapat diterima oleh siswa-siswa yang ada. Peran
guru sebagai pengajar ini harus
mempunyai kemampuan untuk menguasai materi pelajaran yang ada. Sehingga guru
harus mampu menjawab segala pertanyaan ataupun permasalahan siswa dengan cakap,
sigap dan dengan bahasa yang lebih sederhana sehingga lebih mudah untuk
dipahami siswa. Dengan demikian diharapkan nantinya akan terjadi pembelajaran
yang efektif dan efisien.
Pada
saat guru sebagai pengajar akan terjadilah kegiatan belajar mengajar baik di
dalam ataupun di luar kelas. Banyak faktor
dapat berpengaruh terhadap kemampuan dan keberhasilan siswa. Mulai dari
motivasi siswa, hubungan antara siswa dan guru, ketrampilan guru berkomunikasi
dengan siswa, rasa aman, kondusif, tertib dan kenyamanan dalam belajar
Sosok
guru juga harus dapat sebagai pendidik yang harus mampu ikut berperan mendidik mengembangkan kepribadian siswa
melalui interaksi yang efektif dan
intensif baik di dalam ataupun di luar kelas. Guru merupakan tokoh panutan dan
teladan. Tidak hanya untuk siswa namun
juga untuk masyarakat sekitarnya. Teladan yang harus guru miliki adalah seperti
konsisten dalam menjalankan perintah agama dan menjauhi perintah agama,
keuletan dan kegigihan dalam mencapai prestasi, kekuatan dan daya tahan
menghadapi masalah dan tantangan dalam kehidupan. Juga kecerdasan dan kecepatan
mengatasi masalah serta ketrampilan mencari celah menghadapi tantangan yang ada
di depan. Untuk itu guru harus mempunyai standart kualifikasi tertentu yang
harus dipenuhi. Beberapa persyaratan itu antara lain berupa rasa tanggung
jawab, kedisiplinan, mandiri, kewibawaan, etos kerja yang tinggi, kerja keras, kesetiaan,
pengabdian dan lain sebagainya
Namun terlepas dari semua itu guru bukan berarti tidak mempunyai kekurangan atau keterbatasan-keterbatasan. Keterbatasan-
keterbatasan yang dimiliki guru akan berdampak pula pada siswa. Beberapa
kesalahan guru yang sering menyebabkan lunturnya nilai keteladanan pada seorang
guru. Misalnya: kurang disiplin bahkan sering kali mangkir atau jarang
mengajar. Sebenarnya wewenang Kepala Sekolah dan jajarannya untuk mengecek
kesanggupan atas kepercayaan terhadap guru untuk melaksanakan tugas mengajar
sejak awal. Sudahkah tugas yang dibebankan ditunaikan dengan baik ataupun tidak. Beberapa
guru yang diberi tugas mengajar dengan jumlah yang banyak terkadang ditemukan
kurang amanah dalam menjalankan tugasnya.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi disiplin bagi guru di
sekolah secara umum terdiri dari dua faktor berikut. Misalnya faktor yang berasal dari dalam diri
guru. Faktor ini muncul dari dalam diri individu sang guru, Hal ini sangat
besar pengaruhnya bagi tingkat kedisiplinan guru di sekolah.. Faktor ini
biasanya terkait dengan psikologis berwujud
kepribadian, pikiran motivasi, intelegensi dan ingatan. Maka
dapat disimpulkan bahwa intelegensi guru rendah dapat membuat siswa bosan
terhadap pelajaran yang diberikan, sebaliknya jika intelegensi guru tinggi maka
suasana kelas yang kondusif akan tercapai, maka tujuan pendidikan akan tercapai
sebagaimana yang diharapkan. Faktor yang kedua adalah yang berasal dari luar
diri guru. Faktor ini bisa berasal dari lingkungan ataupun dari latar belakang
pendidikan guru. (https://kabardariguru.wordpress.com/2016/03/13/pengaruh-kedisiplinan -guru-dan-kaitannya)
Meskipun kedisiplinan
guru di sekolah dipengaruhi oleh berbagai faktor, namun faktor yang sangat
penting adalah pribadi guru. Baik tidaknya disiplin di sekolah sangat
tergantung pada guru itu sendiri. Faktor pendidikan guru juga mempengaruhi
kedisiplinannya di sekolah. Karena kemampuan mengenai pengetahuan yang
diperoleh oleh guru yang satu dengan yang lain tetap berbeda. menurut bidangnya
masing-masing, misalnya seorang guru dia mempunyai disiplin ilmu mengenai
sejarah, tetapi di sekolah tersebut oleh kepala sekolah atau pihak lain yang
berwenang menyuruh ia mengajar Bahasa Inggris atau Matematika, jelas hal ini
tidak sesuai, sehingga terjadi kontradiksi didalam jiwanya, apalagi pada pihak
siswa. Jika terjadi hal yang demikian maka proses belajar menganar tentunya
tidak akan dapat berjalan dengan lancar. Hal ini akan menimbulkan rasa
membosankan bagi guru dan siswa. Tempat tinggal guru yang jauh dengan sekolah
dimana ia ditugaskan dapat juga mempengaruhi tingkat kedisiplinan guru. Bahkan
keluarga gurupun dapat mempengaruhi tingkat kedisiplinan guru. Sering kali ditemukan keadaan guru dengan
keluarga yang mempunyai kebutuhan
hidup besar namun gaji terkadang hanya cukup untuk sekedar memenuhi kebutuhan pokok. Sementara untuk mencukupi kebutuhan lainnya terpaksa mencari di luar dinas. Apalagi guru tersebut mempunyai tanggung jawab yang besar maka dengan sendirinya ia harus mengutanamakan pekerjaan diluar dinas untuk memenuhi kebutuhan keluarganya sehingga ia sering melanggar ketentuan sekolah atau kurang disiplin.
hidup besar namun gaji terkadang hanya cukup untuk sekedar memenuhi kebutuhan pokok. Sementara untuk mencukupi kebutuhan lainnya terpaksa mencari di luar dinas. Apalagi guru tersebut mempunyai tanggung jawab yang besar maka dengan sendirinya ia harus mengutanamakan pekerjaan diluar dinas untuk memenuhi kebutuhan keluarganya sehingga ia sering melanggar ketentuan sekolah atau kurang disiplin.
Disiplin merupakan suatu nilai yang harus ditegakkan di
sekolah baik oleh guru, siswa maupun warga sekolah lainnya. Kemajuan sekolah
sangat ditentukan oleh kedisiplinan semua elemen sekolah. Dengan demikian guru
harus memperkokoh diri atas kesanggupannya mengajar, mendidik dan membimbing
siswa, Tidak mungkin pendidikan dalam suatu lembaga akan berjalan dengan baik
tanpa keadaan yang tertib. Semua disiplin di sekolah dapat berjalan dengan
lancar bila semua elemen sekolah telah menjalankan fungsinya dengan sebaik-baiknya.
Disiplin waktu pada saat mengajar sangat penting bagi siswa. Bagi guru yang
tidak dapat hadir mengajar sebaiknya terlebih dahulu satu hari sebelumnya
melaporkan diri kepada Kepala sekolah agar tugas mengajar dapat digantikan oleh
guru lain untuk sementara waktu. Sementara itu Kepala Sekolah dan pembantunya
sebaiknya mengadakan musyawarah terbuka untuk mengatasai segala masalah yang
ada.
Pada beberapa sekolah sering kali karena permasalahan begitu
kompleks, maka masalah kedisiplinan seperti ini sering diatasi dengan jalan
pintas. Wadah musyawarah untuk memecahkan masalah dengan duduk bersama semua
elemen dianggap tidak efektif lagi. Duduk bersama dianggap tidak manjur lagi
karena justru menimbulkan pro dan kontra atas kebijakan yang akan diambil. Dan
akhirnya untuk mengetahui kinerja guru digunakan suatu teknik yang dirasa cukup
handal oleh pemangku sekolah yaitu menggunakan metode Spionase.
Spionase menurut kamus bahasa Inggris (Dictionary English
Indonesian 2010: 255) berasal dari kata espionage yang artinya suatu praktik
pengintaian, memata-matai untuk mengumpulkan informasi. Spionase yang awalnya
dianggap sebagai kegiatan memata-matai musuh dalam konteks militer, berkembang
merambah di dunia pendidikan. Hal ini sebenarnya sah-sah saja asal tidak banyak
pihak yang terlibat atau mengetahui. Menjadi aneh bila yang direkrut menjadi
agen spionase adalah siswa dalam jumlah yang relative banyak. Juga aneh pula
bila yang harus diamati adalah guru dengan jumlah yang banyak. Yang tak kalah mencengangkan apabila seperti
dalam konteks keluarga seorang anak harus memata-matai tingkah laku sang orang
tua. Seorang siswa memata-matai keaktifan guru yang ada di kelasnya. Layakkah
ini terjadi?
Ada upaya dari pemangku sekolah untuk menggali
informasi tentang keaktifan guru
mengajar di kelas-kelas dengan membentuk agen spionase. Hal ini bertujuan untuk mengontrol aktifitas pembelajaran. Agen
spionase ini dibentuk dengan melibatkan petugas yang terlibat dalam
pengendalian keaktifan proses belajar mengajar. Anehnya kegiatan ini melibatkan
peserta didik juga, yang dilibatkan sebagai pemberi informasi secara rutin pada
kegiatan pembelajaran di masing-masing kelas. Strategi diam-diam ini dilakukan
tanpa sepengetahuan guru sasaran. Sehingga pelaksanaan belajar mengajar terjadi
secara wajar tanpa dibuat-buat. Kemudian pembuat kebijakan ini mengumpulkan
semua laporan yang direkap sedemikian rupa pada jangka waktu tertentu,
dibuatlah kesimpulan terhadap guru sasaran dan kemudian ada pemanggilan untuk
sharing terhadap guru yang bersangkutan bersumber dari laporan siswa tersebut.
Siswa yang direkrutpun diambil satu orang dari tiap kelas. Dengan pertimbangan tertentu siswa direkrut tentunya
adalah siswa yang kehadirannya aktif dan beberapa pertimbangan yang lain. Seorang
siswa pun menganggap hal ini adalah tugas dari sekolah yang perlu dilaksanakan
dengan tanggung jawab dan kesungguhan tanpa ada pikiran negative sedikit pun,dan
tanpa menyadari resiko dibalik semua itu. Bagi mereka itu semata-mata tugas
dari guru dan harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Tanpa mempertimbangkan
banyak hal. Tugas dari guru dilaksanakan
dengan sami”na wa atokna. Karena tentunya sebagai siswa tidak akan mengerti
kelanjutan tujuan yang dikehendaki sekolah dengan metode ini. Sekali lagi siswa
tidak mempertimbangkan resiko yang akan datang di kemudian hari. Karena pikiran
siswa tidak mungkin akan mendatangkan resiko toh tugas tersebut adalah tugas
dari guru yang harus dengan senang hati dijalani. Tanpa pertimbangan yang
matang dan tanpa membutuhkan pertimbangan dari lain pihak misalnya orang tua .
Tak sedikit siswa yang mau menerima tugas yang diberikan oleh guru. Tentunya
yang mendominasi pikiran mereka adalah kembali mengingat kepada fungsi guru
sebagai pembimbing, pelindung dan pengganti orang tua mereka di rumah.
Padahal jika siswa mengerti bahwa mereka sebenarnya
dijadikan spion atau mata-mata, maka
tentunya sebagian besar mereka tidak mau menerima tugas seperti ini. Siswa pasti bisa memikirkan efek yang muncul
dari metode ini. Efek yang muncul akan dirasakan saat bantuannya terbongkar.
Dan tentunya yang menjadi sasaran pertama adalah pemberi informasi dan bukan pembuat
metode. Singkat kata pada metode ini yang mati terlebih dulu
adalah pemberi informasi. Sementara yang memerintah bisa jadi aman-aman saja. Ternyata
kalau ditelusuri dari awal semua metode itu bukan kepentingan siswa. Siswa
hanya dimintai bantuan untuk memberikan informasi. Jika siswa menjadi pemberi informasi gagal melangkah
maka tentunya siswa akan langsung bermasalah dengan guru yang menjadi sasaran
dari metode ini. Bisa dibayangkan betapa konflik besar yang akan terjadi antara
guru dan siswa. Hal ini bisa mengganggu perkembangan psikis siswa. Dan tentunya
pengalaman ini tidak akan terlupakan oleh siswa dan membekas seumur hidup.
Bahkan akan menimbulkan efek yang bisa
berhubungan dengan prestasi belajar siswa.
Sebenarnya metode spionase ini tidak asing lagi di sekolah. Awalnya
metode ini adalah metode yang biasa dipakai Kepala sekolah untuk mengontrol
kinerja guru atau biasa yang disebut dengan
supervisi Kepala Sekolah secara individu terkait dengan proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru di
kelas. Namun Metode yang diperuntukkan sebagai keperluan supervisi ini tidak
dilakukan setiap hari dan terus menerus. Spionase hanya dilaksanakan sesuai
dengan jadwal supervisi yang telah dijadwalkan oleh Kepala sekolah. Setelah
Kepala sekolah mendapat sejumlah informasi tentunya akan mencatat dan mengambil
kesimpulan untuk merencanakan perbaikan pada guru sasaran dengan melakukan
komunikasi yang baik terhadap guru sasaran. Guru tersebut diminta untuk
menyampaikan kesulitannya dan kemudian besama-sama didiskusikan cara
pemecahannya. Setelah ditemukan titik temunya guru sasaran tersebut akan
mempunyai kesediaan untuk memperbaiki diri.
Teknik ini merupakan teknik yang efektif untuk tetap menjaga kehormatan
guru dan pihak-pihak lain yang dipantau.
Namun pada metode spionase terhadap kedisiplinan kinerja
guru berbeda dengan hal diatas, tentunya butuh waktu pengamatan yang panjang untuk
mencapai kesimpulan karena disiplin itu pengukurannya terkait dengan waktu. Penilaian
disiplin melihat dari unsur konsistensi. Konsistensi seiring dengan waktu. Disiplin
itu ukurannya tidak tertentu tidak bisa dinilai di satu kelas saja. Bisa jadi
guru sasaran bisa hadir di kelas tertentu namun tidak bisa hadir pada kelas
yang lain karena mungkin ada tugas lain yang lebih penting. Spionase tentang
kedisiplinan pada guru perlu dipikirkan kembali tentang keterlibatan siswa
sebagai obyek pemasok informasi. Perlu
dicarikan metode lain yang lebih efektif untuk mengontrol kinerja disiplin
guru. Sungguh siswa mestinya hanya harus fokus pada pengembangan potensi diri
yang didukung keilmuan hasil transformasi guru.
Bagaimanapun juga dalam diri siswa pasti tertanam di hati
nuraninya untuk merasa perlu ikut menjaga kehormatan guru, karena guru ibarat
pengganti orang tua mereka di sekolah. Siswa harus tetap bersikap santun,
menghormati, menghargai pada guru. Dengan
demikian guru tidak semestinya melakukan hal-hal yang dapat mengecewakan siswa,
menyebabkan kehilangan control pada diri guru. Guru harus tetap bisa menjaga
emosi, tetap harus bisa menjaga kemarahan yang meluap-luap,menghilangkan kekerasan verbal pada siswa. Kata-kata kasar
yang selayaknya tidak boleh terlontar. Guru harus penyabar dan dituntut untuk
bisa menjaga kewibawaannya agar siswa mencontohnya , Dan yang penting
kedisiplinan tetap harus dijaga. Pada
situasi guru dikuasai emosi maka ketegangan pada siswa selalu mendominan.
Manakala sang guru, yang merupakan tokoh panutan menunjukan
suatu teladan yang kurang bagus bagi para siswa maka sebaiknya pemangku sekolah
segera mengetahui terlebih dahulu dan segera melakukan tindakan preventif agar hal
ini tidak menjadi konsumsi siswa yang menyebabkan berkurangnya kewibawaan guru.
Tugas semua warga sekolah untuk menciptakan suasana yang kondusif, nyaman, aman dan menyejukkan untuk semua yang berada dalam lingkungan sekolah. Siswa sebagai asset bangsa, guru sebagai pengukir indah pribadi siswa. Semua harus saling menjaga supaya keharmonisan dan kedamaian tetap terjaga. Bila semua sudah menyadari hal ini spionase di sekolah perlukah?
Daftar Pustaka:
-
Jamal
Ma’mur Asmani.2011. Buku
Panduan, Internalisasi Pendidikan Karakter di Sekolah, Jogjakarta: Diva Press
- https://kabardariguru.wordpress.com/2016/03/13/pengaruh-kedisiplinan-guru-dan-kaitannya,
diakses tgl 2 Agustus 2018
- Karnedi. 2010. Dictionary English Indonesian, Bandung: DARI
Mizan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar