Minggu, 22 Maret 2020

SPIONASE DI SEKOLAH, PERLUKAH?


SPIONASE DI SEKOLAH, PERLUKAH?
 

Jumlah warga sekolah baik siswa maupun guru  yang banyak  akan menimbulkan masalah. Hal ini muncul karena perbedaan karakter diantara mereka. Baik guru ataupun siswa yang mempunyai karakter sama akan membentuk kelompok-kelompok atau gap-gap sesuai dengan kemiripan karakternya.   Perbedaan senior dan yunior juga mampu menimbulkan konflik. Peraturan sekolah yang tidak disepakati oleh sebagian warga sekolah  juga merupakan sumber masalah.  Hal ini bisa diperparah dengan kurang terbukanya warga sekolah untuk menyikapi berbagai kendala yang ada.
Sekalipun di sekolah dengan warga sekolah yang banyak  sering muncul kendala, namun semua kendala ini harus dapat diatasi sebaik mungkin oleh seluruh warga sekolah. Mengingat sekolah adalah lembaga yang dipilih oleh warga untuk mengembangkan diri. Sekolah adalah lembaga yang direncanakan untuk pembelajaran bagi siswa dengan pengawasan guru atau tenaga ahli.   Sekolah adalah salah  satu tahapan pilihan yang sangat penting dalam hidup manusia,  karena pengalaman , pengetahuan dan ketrampilan diharapkan  akan dapat diperoleh secara maksimal dalam lembaga ini. 
Dalam konteks ini kepala sekolah, guru juga konselor sangat berpengaruh bagi keberhasilan  anak didik. Kepala sekolah harus membangun suasana yang kondusif untuk mengembangkan segala potensi anak didik. Suasana yang kondusif sangatlah penting diperlukan oleh siswa sebagai obyek yang  merupakan pusat pengguna layanan lembaga sekolah. Guru adalah sosok penentu yang lain dan bahkan paling penting dalam lembaga sekolah. Guru merupakan nafas kehidupan dalam sekolah. Guru merupakan sosok yang diidolakan siswa. Baik buruknya sekolah sangat tergantung juga pada sosok guru. Peran konselor juga dirasa sangat berarti dalam lembaga sekolah. Konselor menjadi pencerah, pemecah masalah-masalah yang muncul dalam menghadapi berbagai kesulitan yang terjadi.
Guru adalah  sutradara dalam kehidupan siswa di sekolah,yang akan menghasilkan generasi penentu masa depan bangsa yang dituntut dengan kemampuan yang maksimal. Guru merupakan pembimbing jalan siswa baik dari segi pengetahuan ataupun pengalaman berupa fisik, mental, moral dan juga emosional.  Menurut Jamal Ma’mur Asmani (2011,72) guru dapat menjadi sumber inspirasi siswa. Segala sikap, tingkah laku, ucapan dan karakter seorang guru sangat membekas pada pribadi siswa. Dan bahkan hal ini dapat menjadi cerminan bagi siswa untuk meneladani sang guru. Kepribadian siswa  baik di dalam sekolah ataupun di luar sekolah dapat terbentuk dengan meneladani guru melalui interaksi yang sering dilakukan di sekolah.
Karenanya guru harus bisa mempunyai fungsi ganda yaitu tidak hanya sebagai pengajar saja.  Guru sebagai pengajar adalah guru yang berperan mentransfer ilmu. Dalam hal ini guru harus mampu mengajarkan ilmu-ilmu yang diajarkan supaya dapat diterima oleh siswa-siswa yang ada. Peran guru sebagai pengajar ini  harus mempunyai kemampuan untuk menguasai materi pelajaran yang ada. Sehingga guru harus mampu menjawab segala pertanyaan ataupun permasalahan siswa dengan cakap, sigap dan dengan bahasa yang lebih sederhana sehingga lebih mudah untuk dipahami siswa. Dengan demikian diharapkan nantinya akan terjadi pembelajaran yang efektif dan efisien.
Pada saat guru sebagai pengajar akan terjadilah kegiatan belajar mengajar baik di dalam ataupun di luar kelas. Banyak faktor  dapat berpengaruh terhadap kemampuan dan keberhasilan siswa. Mulai dari motivasi siswa, hubungan antara siswa dan guru, ketrampilan guru berkomunikasi dengan siswa, rasa aman, kondusif, tertib dan kenyamanan dalam belajar 
Sosok guru juga harus dapat sebagai pendidik yang harus mampu ikut berperan  mendidik mengembangkan kepribadian siswa melalui interaksi yang efektif  dan intensif baik di dalam ataupun di luar kelas. Guru merupakan tokoh panutan dan teladan.  Tidak hanya untuk siswa namun juga untuk masyarakat sekitarnya. Teladan yang harus guru miliki adalah seperti konsisten dalam menjalankan perintah agama dan menjauhi perintah agama, keuletan dan kegigihan dalam mencapai prestasi, kekuatan dan daya tahan menghadapi masalah dan tantangan dalam kehidupan. Juga kecerdasan dan kecepatan mengatasi masalah serta ketrampilan mencari celah menghadapi tantangan yang ada di depan. Untuk itu guru harus mempunyai standart kualifikasi tertentu yang harus dipenuhi. Beberapa persyaratan itu antara lain berupa rasa tanggung jawab, kedisiplinan, mandiri, kewibawaan, etos kerja yang tinggi, kerja keras, kesetiaan, pengabdian dan lain sebagainya
Namun terlepas dari semua itu guru bukan berarti tidak  mempunyai  kekurangan atau keterbatasan-keterbatasan. Keterbatasan- keterbatasan yang dimiliki guru akan berdampak pula pada siswa. Beberapa kesalahan guru yang sering menyebabkan lunturnya nilai keteladanan pada seorang guru. Misalnya: kurang disiplin bahkan sering kali mangkir atau jarang mengajar. Sebenarnya wewenang Kepala Sekolah dan jajarannya untuk mengecek kesanggupan atas kepercayaan terhadap guru untuk melaksanakan tugas mengajar sejak awal. Sudahkah tugas yang dibebankan  ditunaikan dengan baik ataupun tidak. Beberapa guru yang diberi tugas mengajar dengan jumlah yang banyak terkadang ditemukan kurang amanah dalam menjalankan tugasnya.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi disiplin bagi guru di sekolah secara umum terdiri dari dua faktor berikut.  Misalnya faktor yang berasal dari dalam diri guru. Faktor ini muncul dari dalam diri individu sang guru, Hal ini sangat besar pengaruhnya bagi tingkat kedisiplinan guru di sekolah.. Faktor ini biasanya terkait dengan psikologis berwujud  kepribadian, pikiran motivasi, intelegensi dan ingatan.   Maka dapat disimpulkan bahwa intelegensi guru rendah dapat membuat siswa bosan terhadap pelajaran yang diberikan, sebaliknya jika intelegensi guru tinggi maka suasana kelas yang kondusif akan tercapai, maka tujuan pendidikan akan tercapai sebagaimana yang diharapkan. Faktor yang kedua adalah yang berasal dari luar diri guru. Faktor ini bisa berasal dari lingkungan ataupun dari latar belakang pendidikan guru. (https://kabardariguru.wordpress.com/2016/03/13/pengaruh-kedisiplinan -guru-dan-kaitannya)
 Meskipun kedisiplinan guru di sekolah dipengaruhi oleh berbagai faktor, namun faktor yang sangat penting adalah pribadi guru. Baik tidaknya disiplin di sekolah sangat tergantung pada guru itu sendiri. Faktor pendidikan guru juga mempengaruhi kedisiplinannya di sekolah. Karena kemampuan mengenai pengetahuan yang diperoleh oleh guru yang satu dengan yang lain tetap berbeda. menurut bidangnya masing-masing, misalnya seorang guru dia mempunyai disiplin ilmu mengenai sejarah, tetapi di sekolah tersebut oleh kepala sekolah atau pihak lain yang berwenang menyuruh ia mengajar Bahasa Inggris atau Matematika, jelas hal ini tidak sesuai, sehingga terjadi kontradiksi didalam jiwanya, apalagi pada pihak siswa. Jika terjadi hal yang demikian maka proses belajar menganar tentunya tidak akan dapat berjalan dengan lancar. Hal ini akan menimbulkan rasa membosankan bagi guru dan siswa. Tempat tinggal guru yang jauh dengan sekolah dimana ia ditugaskan dapat juga mempengaruhi tingkat kedisiplinan guru. Bahkan keluarga gurupun dapat mempengaruhi tingkat kedisiplinan guru.  Sering kali ditemukan keadaan guru dengan keluarga yang mempunyai kebutuhan
hidup besar namun gaji terkadang hanya cukup untuk sekedar memenuhi kebutuhan pokok. Sementara untuk mencukupi kebutuhan lainnya terpaksa mencari di luar dinas. Apalagi guru tersebut mempunyai tanggung jawab yang besar maka dengan sendirinya ia harus mengutanamakan pekerjaan diluar dinas untuk memenuhi kebutuhan keluarganya sehingga ia sering melanggar ketentuan sekolah atau kurang disiplin.
Disiplin merupakan suatu nilai yang harus ditegakkan di sekolah baik oleh guru, siswa maupun warga sekolah lainnya. Kemajuan sekolah sangat ditentukan oleh kedisiplinan semua elemen sekolah. Dengan demikian guru harus memperkokoh diri atas kesanggupannya mengajar, mendidik dan membimbing siswa, Tidak mungkin pendidikan dalam suatu lembaga akan berjalan dengan baik tanpa keadaan yang tertib. Semua disiplin di sekolah dapat berjalan dengan lancar bila semua elemen sekolah telah menjalankan fungsinya dengan sebaik-baiknya. Disiplin waktu pada saat mengajar sangat penting bagi siswa. Bagi guru yang tidak dapat hadir mengajar sebaiknya terlebih dahulu satu hari sebelumnya melaporkan diri kepada Kepala sekolah agar tugas mengajar dapat digantikan oleh guru lain untuk sementara waktu. Sementara itu Kepala Sekolah dan pembantunya sebaiknya mengadakan musyawarah terbuka untuk mengatasai segala masalah yang ada.
Pada beberapa sekolah sering kali karena permasalahan begitu kompleks, maka masalah kedisiplinan seperti ini sering diatasi dengan jalan pintas. Wadah musyawarah untuk memecahkan masalah dengan duduk bersama semua elemen dianggap tidak efektif lagi. Duduk bersama dianggap tidak manjur lagi karena justru menimbulkan pro dan kontra atas kebijakan yang akan diambil. Dan akhirnya untuk mengetahui kinerja guru digunakan suatu teknik yang dirasa cukup handal oleh pemangku sekolah yaitu menggunakan metode Spionase.
Spionase menurut kamus bahasa Inggris (Dictionary English Indonesian 2010: 255) berasal dari kata espionage yang artinya suatu praktik pengintaian, memata-matai untuk mengumpulkan informasi. Spionase yang awalnya dianggap sebagai kegiatan memata-matai musuh dalam konteks militer, berkembang merambah di dunia pendidikan. Hal ini sebenarnya sah-sah saja asal tidak banyak pihak yang terlibat atau mengetahui. Menjadi aneh bila yang direkrut menjadi agen spionase adalah siswa dalam jumlah yang relative banyak. Juga aneh pula bila yang harus diamati adalah guru dengan jumlah yang banyak.  Yang tak kalah mencengangkan apabila seperti dalam konteks keluarga seorang anak harus memata-matai tingkah laku sang orang tua. Seorang siswa memata-matai keaktifan guru yang ada di kelasnya. Layakkah ini terjadi?
Ada upaya dari pemangku sekolah untuk menggali informasi  tentang keaktifan guru mengajar di kelas-kelas dengan membentuk agen spionase. Hal ini bertujuan  untuk mengontrol aktifitas pembelajaran. Agen spionase ini dibentuk dengan melibatkan petugas yang terlibat dalam pengendalian keaktifan proses belajar mengajar. Anehnya kegiatan ini melibatkan peserta didik juga, yang dilibatkan sebagai pemberi informasi secara rutin pada kegiatan pembelajaran di masing-masing kelas. Strategi diam-diam ini dilakukan tanpa sepengetahuan guru sasaran. Sehingga pelaksanaan belajar mengajar terjadi secara wajar tanpa dibuat-buat. Kemudian pembuat kebijakan ini mengumpulkan semua laporan yang direkap sedemikian rupa pada jangka waktu tertentu, dibuatlah kesimpulan terhadap guru sasaran dan kemudian ada pemanggilan untuk sharing terhadap guru yang bersangkutan bersumber dari laporan siswa tersebut.
Siswa yang direkrutpun diambil satu orang dari tiap kelas.  Dengan pertimbangan tertentu siswa direkrut tentunya adalah siswa yang kehadirannya aktif dan beberapa pertimbangan yang lain. Seorang siswa pun menganggap hal ini adalah tugas dari sekolah yang perlu dilaksanakan dengan tanggung jawab dan kesungguhan tanpa ada pikiran negative sedikit pun,dan tanpa menyadari resiko dibalik semua itu. Bagi mereka itu semata-mata tugas dari guru dan harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Tanpa mempertimbangkan banyak hal.  Tugas dari guru dilaksanakan dengan sami”na wa atokna. Karena tentunya sebagai siswa tidak akan mengerti kelanjutan tujuan yang dikehendaki sekolah dengan metode ini. Sekali lagi siswa tidak mempertimbangkan resiko yang akan datang di kemudian hari. Karena pikiran siswa tidak mungkin akan mendatangkan resiko toh tugas tersebut adalah tugas dari guru yang harus dengan senang hati dijalani. Tanpa pertimbangan yang matang dan tanpa membutuhkan pertimbangan dari lain pihak misalnya orang tua . Tak sedikit siswa yang mau menerima tugas yang diberikan oleh guru. Tentunya yang mendominasi pikiran mereka adalah kembali mengingat kepada fungsi guru sebagai pembimbing, pelindung dan pengganti orang tua mereka di rumah.
Padahal jika siswa mengerti bahwa mereka sebenarnya dijadikan spion atau mata-mata,  maka tentunya sebagian besar mereka tidak mau menerima tugas seperti ini.  Siswa pasti bisa memikirkan efek yang muncul dari metode ini. Efek yang muncul akan dirasakan saat bantuannya terbongkar. Dan tentunya yang menjadi sasaran pertama  adalah pemberi informasi dan bukan pembuat metode.  Singkat  kata pada metode ini yang mati terlebih dulu adalah pemberi informasi. Sementara yang memerintah bisa jadi aman-aman saja. Ternyata kalau ditelusuri dari awal semua metode itu bukan kepentingan siswa. Siswa hanya dimintai bantuan untuk memberikan informasi.  Jika siswa menjadi pemberi informasi gagal melangkah maka tentunya siswa akan langsung bermasalah dengan guru yang menjadi sasaran dari metode ini. Bisa dibayangkan betapa konflik besar yang akan terjadi antara guru dan siswa. Hal ini bisa mengganggu perkembangan psikis siswa. Dan tentunya pengalaman ini tidak akan terlupakan oleh siswa dan membekas seumur hidup. Bahkan akan menimbulkan efek  yang bisa berhubungan dengan prestasi belajar siswa.
Sebenarnya metode spionase ini tidak asing lagi di sekolah. Awalnya metode ini adalah metode yang biasa dipakai Kepala sekolah untuk mengontrol kinerja guru atau biasa yang disebut dengan  supervisi Kepala Sekolah secara individu terkait dengan proses  pembelajaran yang dilakukan oleh guru di kelas. Namun Metode yang diperuntukkan sebagai keperluan supervisi ini tidak dilakukan setiap hari dan terus menerus. Spionase hanya dilaksanakan sesuai dengan jadwal supervisi yang telah dijadwalkan oleh Kepala sekolah. Setelah Kepala sekolah mendapat sejumlah informasi tentunya akan mencatat dan mengambil kesimpulan untuk merencanakan perbaikan pada guru sasaran dengan melakukan komunikasi yang baik terhadap guru sasaran. Guru tersebut diminta untuk menyampaikan kesulitannya dan kemudian besama-sama didiskusikan cara pemecahannya. Setelah ditemukan titik temunya guru sasaran tersebut akan mempunyai kesediaan untuk memperbaiki diri.  Teknik ini merupakan teknik yang efektif untuk tetap menjaga kehormatan guru dan pihak-pihak lain yang dipantau. 
Namun pada metode spionase terhadap kedisiplinan kinerja guru berbeda dengan hal diatas, tentunya butuh waktu pengamatan yang panjang untuk mencapai kesimpulan karena disiplin itu pengukurannya terkait dengan waktu. Penilaian disiplin melihat dari unsur konsistensi. Konsistensi seiring dengan waktu. Disiplin itu ukurannya tidak tertentu tidak bisa dinilai di satu kelas saja. Bisa jadi guru sasaran bisa hadir di kelas tertentu namun tidak bisa hadir pada kelas yang lain karena mungkin ada tugas lain yang lebih penting. Spionase tentang kedisiplinan pada guru perlu dipikirkan kembali tentang keterlibatan siswa sebagai obyek pemasok informasi.  Perlu dicarikan metode lain yang lebih efektif untuk mengontrol kinerja disiplin guru. Sungguh siswa mestinya hanya harus fokus pada pengembangan potensi diri yang didukung keilmuan hasil transformasi guru.
Bagaimanapun juga dalam diri siswa pasti tertanam di hati nuraninya untuk merasa perlu ikut menjaga kehormatan guru, karena guru ibarat pengganti orang tua mereka di sekolah. Siswa harus tetap bersikap santun, menghormati, menghargai pada guru.  Dengan demikian guru tidak semestinya melakukan hal-hal yang dapat mengecewakan siswa, menyebabkan kehilangan control pada diri guru. Guru harus tetap bisa menjaga emosi, tetap harus bisa menjaga kemarahan yang meluap-luap,menghilangkan  kekerasan verbal pada siswa. Kata-kata kasar yang selayaknya tidak boleh terlontar. Guru harus penyabar dan dituntut untuk bisa menjaga kewibawaannya agar siswa mencontohnya , Dan yang penting kedisiplinan tetap harus dijaga.  Pada situasi guru dikuasai emosi maka ketegangan pada siswa selalu mendominan.
Manakala sang guru, yang merupakan tokoh panutan menunjukan suatu teladan yang kurang bagus bagi para siswa maka sebaiknya pemangku sekolah segera mengetahui terlebih dahulu dan segera melakukan tindakan preventif agar hal ini tidak menjadi konsumsi siswa yang menyebabkan berkurangnya kewibawaan guru.
            Tugas semua warga sekolah untuk menciptakan suasana yang kondusif, nyaman, aman dan menyejukkan untuk semua yang berada dalam lingkungan sekolah. Siswa sebagai asset bangsa, guru sebagai pengukir indah pribadi siswa. Semua harus saling menjaga supaya keharmonisan dan kedamaian tetap terjaga. Bila semua sudah menyadari hal ini spionase di sekolah perlukah?   

Daftar Pustaka: 
-   Jamal Ma’mur Asmani.2011. Buku Panduan, Internalisasi Pendidikan Karakter di Sekolah, Jogjakarta: Diva Press
-   https://kabardariguru.wordpress.com/2016/03/13/pengaruh-kedisiplinan-guru-dan-kaitannya, diakses tgl 2 Agustus 2018
-   Karnedi. 2010. Dictionary English Indonesian, Bandung: DARI Mizan


Tidak ada komentar:

Posting Komentar